Ada Wayang Di Depan Sana

Tadi malam (Jumat 21 November 2008), Ara ikut ibu nonton wayang orang di Gedung WO Sriwedari. Kata Ibu, waktu kecil dulu, eyang papa sering ajak ibu lihat wayang orang disitu. Tapi dari pertunjukan yang empat jam, ibu cuma bangun di dua sesi, sesi "Goro-goro" dan sesi "Baratayuda". Selebihnya, mimpi indah di atas bantal yang dibawa untuk menghindari serangan kutu busuk di kursi rotan. Kata ibu, percuma protes gak mau ikut, eyang papa bilang "siapa yang mau melestarikan budaya kita kalau bukan pemiliknya.... " (coba eyang papa masih ada, pasti ibu protes... tuh banyak negara yang mau ngakuin budaya Indonesia koq he...he...).
Jadi ketika teman-teman ibu saling senggol untuk nonton wayang bareng, gak perlu dipikir lama, langsung di iyain saja. Lha wong sudah 31 tahun kebiasaan itu ditinggalkan. Eyang mama sebetulnya juga pingin ikut, tapi dari 2 hari yang lalu, perut sedang tidak bisa diajak kompromi, takutnya nanti malah merepotkan semua jadi diputuskan untuk tidak berangkat saja.
Jam setengah sembilan kami sudah sampai di Sriwedari. Ternyata teman-teman ibu sudah banyak yang ngumpul ada om Andhika dengan tante Galuh dan mbak Netya, ada om Budi sekeluarga, ada teman-teman dari komunitas Wedangan Solo Raya. Wih... buanyak.....
Interior didalam ternyata masih sama dengan 31 tahun yang lalu. Sisi kiri ada gambar Kresna mengendarai kereta yang ditumpangi Arjuna di perang Baratayuda, di sisi kanan Bima sedang berpose dengan kuku jempolnya yang jadi andalannya.
Sebuah layar kuning bergambar gunungan sementara masih menutup panggung. Gamelan sudah ditabuh. Ibu menggendong Ara untuk mendekati panggung melihat para penabuh yang duduk di depan panggung (sayangnya karena penabuh sejajar dengan penonton dan ditutup triplek kami mesti menengok nengok untuk melihat aksi penabuh gamelan. Sebetulnya om Andhika sudah menawarkan untuk masuk ke backstage, tapi takutnya Ara malah nangis ketemu sama Buto Ijo, jadi diputuskan untuk tetap duduk manis di kursi saja.
Lima belas menit pertama Ara menikmati pertunjukkan, tapi jam alam tetap saja memanggil. Tidak sampai menit ke enambelas, Ara sudah pulas di pelukan ibu, meninggalkan ibu yang terpaku kembali pada kenangan-kenangan manis ketika eyang papa masih ada, ditemani semangkuk ronde yang hangatnya memenuhi rongga dada.....
Disini, ibu merenungkan makna pertunjukkan tadi malam.

Komentar

Sekar Lawu mengatakan…
mbak....solone dimana ta ?
Ayik dan Ernut mengatakan…
(ernut)
akhirnya...nongol juga posting baru Ara!

Postingan populer dari blog ini

Seluk Beluk Kesulitan Belajar Pada Anak

Si Rani dan SI Momo

Hutan Kubangkakung -Kedung Kawung