Tiga Calon Presiden Untuk Ara

Entah kebetulan atau tidak. Pada suatu masa di bulan Maret 2009. Ara bertemu dengan 3 calon presiden yang diusung partainya masing-masing. Memang tidak pada satu kesempatan. Tapi masing-masing membekas dalam di benak Ara.

Pertama,
Pada suatu malam, di Galebo, ketika sedang asyik menikmati semangkuk bakso panas pak Alex, kami berempat (Ara, bapak, ibu dan eyang), disamperi pak Sutrisno Bachir. Sementara orang-orang disekeliling kami sibuk meminta foto bersama, kami seperti tidak perduli dengan kehadiran beliau. Wong tiap malam sudah ketemu beliau dan istri sedang bercengkerama dengan anak-anak jalanan... (maksudnya di tipi....). Mungkin pak PAN itu gerah, melihat kami yang jaim, atau memang kaminya yang menarik untuk didatangi (he..he..), pak Bachir menyapa Eyang Mama
” Monggo bu... baru santai?”
” Inggih pak. Pak Sutrisno njih....?” Eyang pura-pura bertanya, sementara lima menit sebelumnya kami sudah sikut-sikutan karena melihat hebohnya protokoler dengan kehadiran beliau.
” Inggih bu... silahkan diteruskan....”
Ostomatis... Ara bertanya cepat
”Siapa tu, Yang. tuh..itu..itu tuh...” dengan gaya khasnya, menunjuk yang dimaksud dengan ujung dagu, (entah siapa yang ditiru)...
”Itu pak Sutrisno Bachir, ketua PAN, ibunya cantik lho mbak. Mbak mau gak jadi istri presiden?”
Seperti biasa ibu nya si Ara , ”over inform”. Secara di Televisi, kelihatan begitu cantik je...

Yang Kedua
Suatu hari, pak de dan bude Sun yang tinggal di Jakarta, sedang di Sala untuk urusan perawatan di RSO. Biasanya sebelum berangkat terapi, kami sarapan dulu. Pindah-pindah tempatnya. Kadang di soto Gading, pernah di soto sawah, lalu di bu Kumbo, terus di sop Sriwedari yang warungnya di Mangkuyudan, pokoknya pindah-pindah sambil wisata kuliner.
Kebetulan, karena pingin ganti rute, kami pingin sarapan di Taman Sari. Begitu mau parkir, lah!!!! Koq banyak bus dan mobil-mobil. Terus banyak bapak2 berseragam abu2 tua sambil mondar mandir bawa HT. Begitu kami selesai ambil ”jatah”, lalu duduk ditempat yang sudah dipilih Ara, baru ketahuan kalau persis disamping kami, si bapak Gerindra sedang di kerubuti fansnya.
Beliau terkesan masih sedikit angkuh, meskipun sudah lebih membumi daripada ketika mengenakan seragam tentara dan bicara tentang Baret Merah.
Seperti kejadian ketika bertemu dengan bapak PAN. Ara terheran-heran melihat begitu banyak orang ingin berfoto dengan Pak Prabowo. Dan karena iklan Gerindra saat itu tidak begitu memfokuskan pada sosok beliau, maka saya, sebagai ibunya. Mengingatkan dia dengan cara :
”Mbak itu bapak desaku. Ingat tidak?
Desaku yang kucinta....
Pujaan Hatiku....
Tempat ayah dan bunda...
Dan handai taulanku....”
Ara langsung tersenyum, tanda bahwa dia ingat. Dia lalu beringsut merapat, bibirnya tepat di telinga
”Ibu, mbak Ara takut sama pak Gerindra....”
Entah karena saya yang menyanyi terlalu keras, atau Ara yang tiba-tiba merapat, atau memang ada chemistry kami yang keturunan petani. Pak Prabowo menengok kearah kami dan mengangguk.
Seusai makan, kami bergegas pulang, mengingat antrean terapi yang akan semakin panjang kalau kami datang kesiangan. Di tempat parkir, ketika saya sudah siap men starter mobil, pak Prabowo melangkah mendekat. Ternyata mobil beliau letaknya persis disebelah mobil kami.
”Mari.....”, lagi-lagi dia mengangguk berpamitan. Ara merapat cepat ke Eyangnya. Dan ibu berdesis panjang ”Gerrrrinnnndrrraaaa.......”
Catt. : Awalnya Ara suka sekali iklan politik Gerindra, ketika burung Garuda terbang diatas sawah ladang. Sungai mengalir dibawahnya keperakan. Dia suka tersenyum-senyum ketika ibunya bersenandung Desaku, tapi entah kenapa lama kelamaan dia justru takut dengan closing iklan itu yang menutup seluruh tampilan indah Indonesia dengan kata ”Gerindra”. Ada suatu masa, ketika Ara membantah atau membangkang, kata itu menjadi obat ampuh untuk ”menundukkannya”.

Ketiga
Hore.... bapak kondur. Berarti minggu ini ada jadwal jalan-jalan ke luar kota. Setelah tiga hari istirahat, akhirnya bapak bilang acara hari ini ke Tawang Mangu...
Sekitar jam sebelas atau lebih siang dari itu, mobil mulai meluncur dari rumah. Jalanan relatif sepi. Agak aneh memang.
Sebelum berangkat, mampir dulu ke Larasati, sekedar membeli beberapa potong Pastel, Arem-arem, Mega Mendung dan Timlo Goreng. Tiba-tiba dikejauhan sirine mobil ”terkaing-kaing”.. Mbak Kasir lalu berteriak
”Itu pak SBY!!!!!!!”, semua pengunjung lantas berhamburan ke sisi jalan. Tidak nampak pengawalan yang ketat. Tiga mobil hitam meluncur sebelum akhirnya RI 1 dengan jendela terbuka penuh, memperlihatkan isinya. Mobil berjalan pelan, dan didalamnya pak SBY melambai-lambaikan tangan. Jelas, tersenyum.
Ara terpaku dalam pelukan dan nafas terengah ibunya.
”Siapa itu bu?”
”Pak Presiden. Pak Susilo Bambang Yudoyono”
Tanpa disadari, ternyata Ara merekam semua detil wajah Sang Presiden dan lambang-lambang yang menyertainya.
Merah Putih bendera Indonesia, RI 1 (Ara hafal bentuk mobilnya, tapi karena keterbatasan sang ibu, dia tidak hafal jenis dan merknya), dan bendera biru nya.
Hari itu hari Sabtu, itu kami ingat. Menurut banyak media, cetak maupun TV, SBY mengambil jatah cuti setiap week end bergantian dengan pak Wakil Presiden. Dan menurut info dari mbak Kasir Larasati, Presiden akan di wilayah Subosukowonosraten selama 4 hari sejak Jumat kemarin, sampai Senin besok. Acara ”kunjungan” akan ditutup dengan menghadiri suatu perayaan di Wonogiri, setelah ziarah dan pulang kampung ke Pacitan.
Tapi, untuk apa mengetahui jadwal pak Presiden. Toh ini memang masa kampanye terselubung. Jadi...... Tawang Mangu tunggu kami......
Ternyata sesampai di pertigaan Karang Pandan, kami lebih suka membelokkan mobil ke Amanah Farm, yang sering kami dengar tetapi belum pernah kami datangi. Sebuah prototype farm, dengan sapi, kambing, kelinci, kolam ikan, saung, serta fasilitas outbond. Tidak terlalu menarik. Ditambah dengan pelayanannya yang cenderung lelet, dan tidak ”customer oriented”. Masaknya lama, untuk semangkuk Sup Kakap Merah (guraminya habis), urap sayur, udang balado (?), teh poci, es kelapa muda dan es teh, kami harus menunggu selama 30 menit. Soal rasa, standar, tapi lumayan fresh. Ikan tidak bau tanah. Kesalnya lagi, ketika kami masih ingin duduk menikmati angin (karena udara tidak lagi dingin disana), sang pelayan datang membersihkan meja sambil berkata kalau sebentar lagi kami tutup. Hfgh...... pariwisata Indonesia tidak didukung oleh profesionalitas pelaku-pelaku didalamnya!!!Turun dari Amanah, lalu lintas relatif masih sepi. Tapi dikanan kiri, banyak anak-anak kecil berseragam sekolah siap dengan bendera Merah Putih di tangan. Menunggu untuk dilambaikan karena Presiden berencana melintas menuju Tawang Mangu, untuk meresmikan pasar wisatanya. Menurut investigasi salah satu media cetak, pasar sebetulnya belum cukup siap untuk diresmikan. Tapi para pedagang diminta untuk buka lapak pada hari itu, untuk menyambut sang Kepala Negara.
Lalu Presiden berencana untuk menghabiskan malam di Tawang Mangu. Ada yang bilang, beliau akan menginap di Vila milik pengusaha tekstil ternama dari kota Sala yang bisa bertahan selama beberapa dekade, dan selalu cukup dekat dengan penguasa pada jamannya. Meskipun....... Bisnis tidak selalu berada diwilayah hitam atau abu-abu tua kan? Seharusnya....
Ara antusias sekali melihat banyak anak-anak SD sedang duduk sambil sesekali berteriak-teriak. Apalagi bapak selalu membunyikan klaksonnya, ketika sekelompok anak sedang bergerombol di pinggir jalan. Dan bergaya seperti Miss Universe 2025, Ara melambai-lambaikan tangannya pada mereka. Kadang-kadang terdengar sorakan ”Huuuuuuu...........” melihat yang lewat hanyalah mobil Opel Blazer tua keluaran tahun 1996, dengan penumpang kecil yang narsis dan bapaknya yang ribut agar anaknya melambai-lambaikan tangannya ke teman-teman kecil diluar.
Menjelang pertigaan Karang Pandan, seorang polisi mengarahkan mobil untuk keluar jalan utama, dan masuk ke jalan kampung.
”Kenapa pak?” tanya kami
”Pak SBY mau lewat, bu... Sudah sampai Karang Anyar”, kata polisi tersebut, santun.
”Walah!!! Lha masih di Karang Anyar koq sudah ditutup?”
”Inggih bu. Supaya steril”
Perasaan, penjagaan di kota Sala tadi tidak seketat dijalan ini. Atau mungkin karena kondisi jalan yang relatif berliku-liku, jadi polisi memerlukan jalan yang bersih agar jarak pandang lebih luas?
Ya sudahlah, tidak perlu mendebat. Kami berdiskusi sebentar, sebelum memutuskan untuk tetap lewat jalan kampung. Daripada letih menunggu beliau lewat, dan bisa jadi ternyata beliau masih ada di Sukoharjo.
Jalan kampung berhenti di pertigaan pasar Karang Pandan. Masih macet. Polisi menghentikan mobil kami.
”Kenapa, pak?” teriak bapak dari jendela mobil.
”Nuwun sewu, ditunggu sebentar. Ini rombongan presiden mau lewat...”
Weleh!!!! Akhirnya setelah sedikit menepikan mobil, kami semua memutuskan untuk turun. Tidak seperti di Sala tadi, sepertinya masyarakat Karang Anyar di koordinasikan untuk menyambut Bapak Presiden dan ibu. Ara ikut menunggu dengan antusias.
”Siapa yang mau lewat ibu”
”Pak SBY”, keletihan dan rasa bosan mulai menyeruak. Hampir seperempat jam menunggu, sirine mobil kembali terdengar ”terkaing-kaing”. Tiga mobil besar semacam Chevrolet Blazer berwarna hitam meluncur, dan di deretan keempat, lagi-lagi RI 1 dengan jendela terbuka menampilkan Sang Ibu istri Presiden Republik Indonesia, sedang melambai-lambaikan tangannya kepada masyarakat.
Kalau di Sala tadi, Ara melihat dari sisi kiri, sekarang Ara berdiri di sisi kanan mobil.
Kalau tadi Ara melihat pak SBY, sekarang dia bertanya kenapa mobing hitam itu isinya tidak sama dengan yang tadi pagi.
” Pak SBY duduk di kanan, sekarang yang duduk di kiri itu ibu presiden. Ibu Ani Susilo Bambang Yudoyono.”
Lagi-lagi ternyata Ara merekam detil wajah bu Ani.
Setelah kejadian itu, kapanpun dimanapun saat dia melihat bendera biru dengan tiga kepala panah yang menjadi satu, dia akan bertanya
”Itu SBE, mana bu Ani?”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seluk Beluk Kesulitan Belajar Pada Anak

Di Hyang

Baju Bodo Angelica